Kamis, 19 April 2012

TERJADINYA GEGAR BUDAYA 

Ketika Adi lulus sekolah menengah atas (SMA), Adi memutuskan untuk melanjutkan studi saya ke Jawa Timur, tujuan Adi datang ke daerah Pasuruan. Awalnya ketika Adi datang di Pasuruan Adi merasa asing, terutama dalam pengucapan bahasa yang mereka pakai sehari-hari. Dari budaya yang Adi anut, Adi memiliki latar belakang budaya orang Jawa Tengah. Walaupun Adi memiliki latar belakang budaya Jawa Tengah, namun Adi telah lama dan menetap di Sumatera Selatan, sehingga adat kebudayaan Adi telah banyak mengikuti orang-orang asli Palembang. Adi mampu berdialog dengan bahasa Jawa, namun bahasa yang dipakai Adi khas Jawa Tengah. Ketika sampai di daerah Pasuruan ia merasa tidak nyaman, karena ia merasa bahwa ia merasa dikucilkan oleh rekan satu Kos-nya. sesuatu ketika ada rekan satu kos Adi yang sakit, dengan dialog khas Jawa Tengah Adi bilang “nak enek konco seng sakit yo di tilik’i. (kalo ada teman yang sakit ya di jenguk)”. berhubung yang diajak berdialog orang Jawa Timur mereka semua bingung. Yang mereka ketahui bahasa “menilik’i”(Jawa Tengah: menjenguk/melihat. Jawa Timur: mencicipi/mencoba rasa sesuatu).
Dari contoh kasus diatas jelas bahwa dalam sebuah komunikasi antar budaya terjadi sebuah gangguan (noice), sebenarnya apa yang hendak disampaikan benar namun pada akhirnya bahasa yang diucapkan memiliki arti yang bereda dari makna yang diharapkan. Hal ini tentu sangat dipengaruhi dengan adanya perbedaan antara kultur budaya pada suatu daerah tertentu. Pada situasi yang demikian Adi mengalami sebuah kejutan budaya. Kejutan budaya mengacu pada reaksi psikologis yang dialami seseorang karena berada ditengah suatu kultur yang sangat berbeda dengan kulturnya sendiri. Kejutan budaya ini sebenarnya normal. Kebanyakan orang mengalami apabila memasuki kultur yang baru dan berbeda. Namun demikian, keadaan ini tidak menyenangkan dan menimbulkan frustasi. Sebagian dari kejutan ini timbul karena perasaan terasing menonjol dan berbeda dari yang lain. Bila kita kurang mengenal adat dan kebiasaan masyarakat baru ini, kita tidak dapat berkomunikasi secara efektif. Kita akan cenderung melakukan kesalahan yang serius.
Budaya dan Komunikasi
Everret M. Rogers & Lawrence Kincaid menyatakan bahwa komunikasi adalah suatu proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi antara satu sama lain, yang pada gilirannya terjadi pengertian yang saling mendalam. Sedangkan menurut Ruesch komunikasi adalah suatu proses yang menghubungkan suatu bagian dengan bagian lainnya dalam kehidupan.(fajar,2009;32)
 Hubungan antara budaya dan komunikasi penting dipahami untuk memahami komunikasi antar budaya, oleh karena melalui pengaruh budayalah orang-orang belajar komunikasi. Seorang Korea, seorang Mesir atau seorang Amerika belajar berkomunikasi seperti orang-orang lainnya. Perilaku mereka mengandung makna, sebab perilakutersebut dipelajari dan diketahui dan perilaku tersebut terikat oleh budaya. Budaya bersifat menyeluruh. Budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. ((Mulyana & Rahmat,2001;24)
 Dalam berkomunikasi seseorang tidak akan pernah luput dari bahasa, baik bahasa verbal maupun bahasa nonverbal. Komunikasi verbal adalah pernyataan lisan antar manusia lewat kata-kata dan simbol umum yang telah disepakati antar individu, kelompok bangsa dan Negara. Jadi komunikasi verbal dapat disimpulkan bahwa komunikasi yang menggunakan kata-kata secara lisan dengan dilakukan secara sadar dilakukan oleh manusia untuk berhubungan dengan manusia lain. Dasar komunikasi verbal adalah interaksi antar manusia. Dan menjadi salah satu cara bagi manusia berkomunikasi secara lisan atau pikiran, perasaan dan maksud kita. Dedi Mulyana mengungkapkan bahwa bahasa verbal menggunakan kata-kata yang mempresentasikan berbagai aspek realitas individual kita. Beberapa komponen komunikasi verbal yaitu, suara, kata-kata, berbicara, bahasa.
 Proses vebal merupakan alat utama untuk pertukaran pikiran dan gagasan, namun proses-proses ini sering dapat diganti oleh proses nonverbal. Walaupan tidak dapat kesepakatan tentang bidang proses nonverbal ini, kebanyakan ahli setuju bahwa hal-hal berikut mesti dimasukkan : isyarat, ekspresi wajah, pandangan mata, postur dan gerakan tubuh, sentuhan, pakaian, artefak, diam, ruang, waktu dan suara. Dalam proses-proses nonverbal yang relevan dengan komunikasi antarbudaya, terdapat beberapa spek diantaranya perilaku non verbal yang berfungsi sebagai bentuk bahasa diam, konsep waktu, dan penggunaan dan pengaturan ruang.
Perbedaan bahasa tidak mengakibatkan perbedaan penting dalam persepsi, pemikiiran atau perilaku. Perbedaan diantara bahasa terlihat paling besar adalah pada waktu diawal interaksi. Oleh karena itu, sangatlah penting bahwa kita menggunakan tekhnik-tekhnik komunikasi yang efektif. Bahasa itu mencerminkan budaya, semakin besar perbedaan budaya, semakin besar pula perbedaan komunikasi, baik dalam bahasa maupun dalam isyarat-isyarat nonverbal. Semakin besar perbedaan budaya maka semakin sulit komunikasi dilakukan. Kesulitan ini misalnya, lebih banyak kesalahan komunikasi, lebih banyak kesalahan kalimat, lebih bbesar kemungkinan salah paham, makin banyak salah persepsi. Kita perlu sangat peka terhadap hambatan-hambatan yang menghalangi komunikasi antarbudaya yang bermakna. Begitu juga, kita perlu menggunakan tekhnik-tekhnik yang membantu kita melestarikan dan meningkatkan komunikasi antarbuddaya.
Dilihat dari fungsinya, bahasa merupakan alat yang dimiliki bersama untuk mengungkapkan gagasan (socially shared), karena bahasa hanya dapat dipahami apabila ada kesepakatan di antara anggota-anggota kelompok sosial untuk menggunakannya. Bahasa diungkapkan dengan kata-kata dan kata-kata tersebut sering diberi arti arbiter (semaunya). Contoh: terhadap buah pisang orang Sunda menyebutnya cau dan orang jawa menyebutnya gedang. Kemudian definisi bahasa secara formal ialah semua kalimat yang terbayangkan dan bisa dibuat menurut peraturan bahasa. Setiap bahasa bisa dikatakan mempunyai tata bahasanya sendiri. (http://Penggunaan Bahasa di dalam Komunikasi Antarbudaya « Communication as a broad study.html).

Komunikasi Antarbudaya Efektif
 Dalam banyak hal, hubungan antara budaya dan komunikasi bersifat timbal balik. Keduanya saling mempengaruhi. Apa yang kita bicarakan, bagaimana kita membicarakannya, apa yang kita lihat, kita perhatikan, abaikan, bagaimana kita berfikir, apa yang kita pikirkan dipengaruhi oleh budaya. Budaya takkan hidup tanpa komunikasi, dan komunikasi pun takkan hidup tanpa budaya. Masing-masing tak dapat berubah tanpa menyebabkan perubahan pada yang lainnya. Masalah utama dalam komunikasi antarbudaya adalah kesalahan dalam persepsi sosial yang disebabkan oleh perbedaan-perbedaan budaya yang mempengaruhi proses persepsi. ((Mulyana & Rahmat,2001;34)
 Semakin besar pebedaan antarbudaya, maka semakin besar pula kesadaran diri (mindfulness) para partisipan komunikasi. Hal ini memiliki konnsekuensi positif dan negative. Positifnya adalah kesadaran diri membuat kita lebih waspada. Ini mencegah kita mengatakan hal-hal yang mungkin terasa tidak peka atau tidak patut. Adapun negatifnya adalah, hal ini membuat kita tterlalu behati-hati, tidak spontan, dan tidak percaya diri. Dengan semakin baik kita mengenal, maka perasaan terlalu berhati-hati akan hilang dan menjadi lebih percaya diri dan spontan. Hal demikian ini pada gilirannya akan menambah kepuasan dalam komunikasi antarbudaya. Masalah sebenarnya bukan bagaimana menjaga interaksi dan mengupayakan saling pengertian melainkan, kita ini terlalu mudah menyerah setelah terjadi kesalahpahaman disaat awal. Perbedaan antarbudaya terutama penting dalam interaksi awal dan secara berangsur bekurang tingkat kepentingan ketika hubungan menjadi lebih akrab. Dalam komunikasi antarbudaya kita seharusnya memaksimalkan hasil interaksi. Tiga konsekwensi yang mengisyaratkan implikasi penting bagi komunikasi antarbudaya. Sebagai contoh, orang akan berinteraksi dengan orang lain yang mereka perkirakan akan memberikan hasil yang positif. Karena komunikasi antarbudaya itu sulit, kita mungkin menghindarinya. Dengan demikian, kita akan memilih berbicara dengan rekan sekelas yang banyak kemiripannya dengan kitta dibandingkan orang yang sangat berbeda. Tetapi memperluas pergaulan kita mungkin akan memberikan kepuasan yang ebih besar setelah beberapa waktu. Kedua, bila kita mendapatkan hasil yang positif , kita terus melibatkan diri dalam komunikasi dan meningkatkan komunikasi kita. Bila kita memperoleh hasil negative, kita akan menarik diri dan mengurangi komunikasi. Ketiga, kita membuat prediksi tentang mana perilaku kita yang akan memberikan hasil positif. Dalam komunikasi, kita berusaha memprediksi hasil, misalnya dari pilihan topik, posisi yang kita ambil, perilaku nonverbal yang kita tunjukkan, banyak pembicaraan yang kita lakukan, disbanding dengan tindakan mendengarkan, dan sebagainya. .(fajar,2009;304:306)

Namun dalam prosesnya komunikasi antarbudaya terjadi sebuah hambatan dan masalah yang sama seperti yang dihadapi oleh bentuk-bentuk komunikasi yang lain. Dalam menciptakan sebuah keefektifan komunikasi antarbudaya, komunikasi akan lengkap bila penerima pesan yang dimaksud mempersepsi atau menyerap perilaku yang disandi, memberi makna kepadanya dan terpengaruh olehnya. Dalam transaksi komunikasi harus dimaksukkann semua syimuli sadar-taksadar, sengaja-tak sengaja, verbal- nonverbal yang kontekstual yang berperan sebagai isyarat-isyarat kepada sumber dan penerima tentang kualitas dan kredibilitas pesan. Dalam proses interaksi antarbudaya sama halnya dengan harus memperhatikan delapan unsur komunikasi, kedelapan unsur tersebut yaitu, sumber (source), penyandian (ecoding), pesan (message), saluran (chanel), penerima (receiver), penyandian balik (decoding), respon penerima (receiver response) dan yang terakhir umpan balik(feedback).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar